Program Sadar Wisata yang dicanangkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan diatur dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.04.UM.001/MKP/2008 tentang sadar wisata merupakan salah satu program penting untuk pembangunan kepariwisataan di Indonesia.
Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Kemenparekraf untuk mendukung peningkatan kunjungan wisatawan adalah dengan melakukan kampanye Gerakan Sadar Wisata dan Aksi Sapta Pesona. Gerakan Sadar Wisata sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar destinasi pariwisata.
Program Sadar Wisata yang pertama kali bergulir pada tahun 2008 perlu dilakukan penyesuaian dengan perkembangan kepariwisata-an yang terjadi di masyarakat saat ini. Demi meningkatkan kapasitas masyarakat di desa wisata dalam pengelolaan pariwisata yang terintegrasi dengan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, Kemenparekraf menggandeng Bina Swadaya Konsultan bersama Pusat Studi Pariwisata Universitas Gajah Mada dan Indecom melakukan review atas Program Sadar Wisata yang sudah berjalan hingga saat ini.
Adapun lokasi kegiatan program dilaksanakan di 3 Desa Super Prioritas (DSP) yaitu: Lombok, Nusa Tenggara Barat. Borobudur, Yogyakarta dan Prambanan, DIY dan Jawa Tengah, dan yang terakhir di Toba, Sumatera Utara.
Secara umum tujuan program review sadar wisata ini adalah untuk meningkatkan pengertian, pemahaman, dan kapasitas terbatas (dasar) masyarakat tentang sadar wisata di era baru yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat desa.
Orientasi program baru sadar wisata nantinya ditujukan pada perubahan cara berpikir (mind-set) secara partisipatif, dimana pariwisata merupakan kegiatan yang perlu dukungan warga sekaligus memberikan manfaat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu sasaran program baru sadar wisata ini adalah meningkatkan pengertian, pemahaman, dan kapasitas terbatas (level dasar) atas konten-konten sadar wisata yang baru tersebut.
Selama 6 bulan berjalan, pendekatan pelaksanaan sadar wisata dilakukan secara informatif, persuasif, dan edukaitf. Adapun kegiatan sadar wisata dilakukan dengan metode ceramah, sarasehan, diskusi, kompetisi, percontohan, dan perintisan.
Program pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan dan pembangunan pariwisata menjadi strategi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar destinasi wisata. Seiring berkembangnya pendekatan pembangunan berbasis masyarakat (people centered development) maka program pariwisata berbasis masyarakat juga berkembang di Indonesia.
Hal tersebut diwujdkan dengan munculnya program revitalisasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sebagai instrument pengorganisasian anggota masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan pariwisata berbasis sumberdaya alam lokal.
Sementara itu, dengan munculnya Undang-Undang Desa, maka pengelolaan destinasi wisata berbasis desa juga semakin berkembang. Masyarakat desa dalam kewenangannya dapat memperoleh dukungan untuk melakukan pengelolaan destinasi wisata sesuai dengan karakter desa dan sumberdaya masing-masing.
Sadar Wisata dan Sapta Pesona yang menjadi unsur penting dalam mendukung pengembangan destinasi pariwisata tidak dapat terwujud tanpa adanya langkah dan upaya untuk menumbuhkembangkan dan melaksanakan secara konsisten di destinasi pariwisata. Oleh sebab itu, perlu disadarkan peran serta masyarakat secara aktif dalam mengembangkan sadar wisata dan Sapta Pesona bersama dengan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Dalam analisis benchmarking tentang pengembangan desa wisata, Desa Wisata Nglanggeran yang terpilih menjadi salah satu contoh pembelajaran di Indonesia. Keterlibatan masyarakat desa terutama para pemuda merupakan indikator penting dalam keberlanjutan usaha pariwisata di perdesaan.
Data tahun 2014 yang melonjak tajam dari tahun 2013, dengan jumlah pengunjung sebanyak 325.303 wisatawan mampu meraih penerimaan total sebesar Rp1.422.915.000. Namun sejak 2015 Pokdarwis melakukan perubahan kebijakan dalam pengelolaan yaitu menjual berupa paket wisata, melakukan sistem reservasi dan menjual paket-paket wisata yang melibatkan lebih banyak masyarakat desa.
Dampaknya pada tahun 2019, walaupun jumlah kunjungan menurun hingga 3 kali lipat dari tahun 2014, namun jumlah penerimaan dari pariwisata naik 3 kali lipat yaitu sebesar Rp3.273.593.400. Hal ini menjadi kabar baik karena terbukti peningkatan kualitas pelayanan dan produk berbanding lurus dengan pendapatan pariwisata.
Sementara itu, pembangunan sektor pariwisata di DSP Toba merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Pemerintah Indonesia. Adapun permasalahan dan tantangan dalam pengembangan pariwisata di Danau Toba berdasarkan dokumen Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) Danau Toba 2020-2024 mencakup penurunan kondisi kualitas ari danau dan Kawasan hutan, sistem penanganan samaph dan limbah yang kurang baik, rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang makna dan nilai sumber daya kawasan, kurangnya pemahaman Pemerintah Daerah untuk mengelola kawasan dengan baik seperti pengaturan ruang dan arus wisatawan, serta pendidikan kepada wisatawan, dan yang terakhir keterbatasan aksesibilitas.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa kendala utama dalam pengembangan pariwisata di DSP Toba tidak melulu soal infrastruktur, tetapi juga mencakup perlunya pengembangan Sumber Daya Manusia, perbaikan dan proteksi Lingkungan, serta perlunya harmonisasi Kelembagaan yang mengatur pengembangan pariwisata di DSP Toba.
Adapun pelaksanaan kegiatan Review Sadar Wisata di DSP Toba dapat dilihat sebagai salah satu upaya dalam rangka penguatan Program Community Empowerment/Engagement yang selama ini dilaksanakan oleh Kemenparekraf, sekaligus untuk penyusunan desain (perancangan ulang) Program Sadar Wisata/ program pemberdayaan masyarakat yang lebih sesuai dengan perkembangan masyarakat saat ini.
Seperti halnya DSP Toba, pengembangan pariwisata di DSP Lombok juga dilakukan dengan merujuk pada Rencana Induk Destinasi Pariwisata Prioritas (RIDPP) Lombok tahun 2020-2045. Penyusunan Rencana Induk Destinasi Pariwisata Prioritas (RIDPP) Lombok bertujuan untuk mengonsolidasikan partisipasi dan kontribusi untuk mendukung pembangunan pariwisata di Lombok secara terintegrasi dan berkelanjutan.
Permasalahan utama pengembangan wisata di DSP Lombok yang membutuhkan penanganan lintas sektor secara terpadu menurut RIDPP Lombok 2020-2024 mencakup, tata Kelola kelembagaan, sosial ekonomi, pemasaran, sumber daya manusia, pengalaman wisatawan dan infrastruktur.
Berdasarkan permasalahan tersebut, dapat diketahui bahwa pengembangan pariwisata di DSP Lombok memiliki banyak tantangan yang nyata. Oleh sebab itu, program RSW dapat dilihat sebagai salah satu upaya dari Kemenparekraf untuk melakukan penguatan dalam aspek peningkatan Kapasitas SDM di DSP Lombok, dan perbaikan serta penguatan atas pelaksanaan program yang selama ini telah berjalan.
Adapun hasil dari Review Program Sadar Wisata ini akan menjadi acuan untuk mendukung transformasi sektor pariwisata dimasa pandemi Covid-19 dan kampanye Sadar Wisata untuk masyarakat yang lebih sesuai dengan perkembangan saat ini.