Jonggol merupakan kawasan perdesaan di kota Bogor yang mempunyai cerita khas tentang image sebuah desa di telinga orang yang pertama mendengar kata Jonggol. Sudut desa di Jonggol yang kami temui justru berkata lain.
Melalui pendekatan partisipatif, warga jonggol yang kami datangi justru sangat terbuka dan membuka pandangan kami bahwa inilah saatnya orang perkotaan harus memandang desa dengan perspektif berbeda.
Cara pandang tersebut, kami dalami selama perjalanan bina swadaya konsultan merespon penawaran kerjasama usaha budidaya lengkuas dengan salah satu tokoh muda yang sukses berbisnis tanaman rimpang di Jonggol. Ikatan antar pihak dalam suatu bisnis menjadi hal kunci menjaga kelangsungan suatu usaha.
Tantangan dalam budidaya tersebut telah memberikan pelajaran berharga dan menuntun kami pada komoditas berikutnya yaitu jamur tiram dan sub tema lainnya. Roadmap dan cita-cita besar lalu hadir untuk menjawab semua refleksi kegiatan budidaya tahap pertama. Bermula dari inovasi anak usaha guna membantu bisnis inti agar tetap relevan dengan perubahan, kemudian menjadi program yang diharapkan secara inklusif menggerakkan semua pihak untuk berkolaborasi dengan desa.
Perintis Jonggol PINTAR, Agus Suswanto di kampung Cimenyan, Desa Sukadamai Kamis (28/11/2019) mengatakan, kehadiran rombongan Bina Swadaya Konsultan dan salah satu pengurus Yayasan Bina Swadaya adalah berkat dari semangat untuk mencari bentuk keterlibatan orang kota dalam memberikan warna dalam pembangunan desa. Kegagalan dalam merintis kerjasama budidaya, diyakini menjadi jalan pembuka sampainya kami pada kerjasama baru inti plasma budidaya jamur bersama Jamur Semar Jonggol, inisiatif wirausaha sanitasi desa sebagai percontohan untuk unit usaha BUMDes, dan inisiasi kolaborasi pemberdayaan petani jamur di kampung Gunung Siem.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Bina Swadaya Konsultan, Frida Widuratmi, juga mendukung pengembangan kawasan budidaya jamur dengan melakukan penyertaan investasi dan pemberdayaan 3 orang plasma jamur untuk tahap awal. Selanjutnya, wujud inklusif dari unit program ini adalah dengan melibatkan “Gandeng Tangan”, rintisan fintech yang bergerak di pembiayaan usaha kecil, melalui investasi patungan untuk mmeperluas penerima manfaat plasma jamur.
Sebagai anggota Pengurus Yayasan Bina Swadaya, DE Susapto, menekankan pentingnya memiliki satu fokus diawal, karena banyak perhatian yang diberdayakan, justru akan kehilangan fokus utama. Apa yang sudah dikerjakan Bina Swadaya Konsultan di Jonggol akan mempunyai gaung di lingkungan Yayasan sehingga PT lain pun bisa ikut berperan sesuai dengan core bisnisnya. Seandainya pun belum tersentuh untuk terlibat, program ini tetap harus diberikan perhatian cukup besar oleh para perintisnya. Bina Swadaya Konsultan yang memiliki kompetensi dalam pelatihan manajemen keuangan, pastilah perlu aktif menilai kebutuhan kelompok tani yang membawahi usaha jamur ini. Sehingga kelompok maupun plasma mampu mengelola pembukuan keuangan secara professional.
Divisi pengembangan ekonomi Bina Swadaya Konsultan yang membawahi Kewirausahaan Sosial, Kampoeng Swadaya (KS), Agung Prasetio, mengatakan Jonggol PINTAR sudah berjalan sesuai roadmap yang ditetapkan. Seperti dalam menjawab aspirasi kepala desa untuk mengembangkan wisata alam “goa”, pihak Jonggol PINTAR sudah memfasilitasi komunitas Caving untuk melakukan scanning terhadap kelayakan goa untuk menjadi destinasi wisata yang aman. Selanjutnya memang semua sub tema tetap dijalankan bersama-sama, sesuai momentumnya. Agus Suswanto menambahkan, jika Jonggol PINTAR memiliki roadmap namun memiliki langkah yang fleksible. Sulitnya keterbukaan informasi desa membuka peluang bagaimana Desa Sukadamai mendapatkan akses ke pelatihan good governance sehingga menjadi tujuan studi banding bagi pemerintahan desa sekitarnya. Banyak cara untuk memulai langkah tersebut jadi lebih fleksible.
Kunjungan ini juga membawa agenda diskusi untuk pembahasan draft kerjasama. Agung Prasetio menambahkan, jika draft kesepakatan sudah disahkan, akan memudahkan kedua pihak memahami semua perjanjian secara lisan menjadi tertuang ke dalam Surat Perjanjian. Pelaksana harian kewirausahaan sosial, Kampoeng Swadaya (KS), Hadi, memaparkan rencana pendampingan pembukuan dengan menunjukkan gambaran buku kas kepada Asep Mardi sebagai manajer Jamur Semar Jonggol. Asep mengatakan, tidak hanya manajemennya saja yang akan dilibatkan pelatihan tersebut, tetapi juga plasma dan anggota kelompok tani lainnya, sehingga mereka bisa menerapkan pembukuan yang baik.
Potesi Jamur
Jamur menjadi primadona baru bagi sebagian besar warga Desa Sukadamai dan sekitarnya. Semua kalangan berlomba mengembangkan sumber panganan protein pengganti daging ini. Mulai dari buruh yang menggunakan sistem plasma sekitar 3 ribu kumbung yang ditanam di “balandongan” atau ruang kosong di samping rumahnya, sampai pengusaha besar dengan modal kumbung sampai 120 juta untuk 50 ribu kumbung. Potensi keuntungan yang diperoleh mencapai 60% tergantung skema investasi yang disepakati.
Salah satu Plasma Jamur Semar, Lala, ditemui Kamis (28/11/2019) memiliki 2.700 baglog yang saat ditemui jamurnya sudah berumur sekitar 2 bulan, dengan pembukuan sangat sederhana dan masih bercampur antara catatan hasil panen dan catatan hasil pekerjaan lainnya, ia menunjukkan hasil jamur selama 2 bulan sebanyak 832 kg dan masih berpotensi bertambah hingga akhir panen sekitar 1 bulan setengah lagi. Harga jual yang stabil di angka Rp. 10.000 per baglog membuat omzet Lala mencapai Rp. 8.320.000,-. Padahal modal awal sebagai plasma hanya menyiapkan kumbung dan pemeliharaan setiap hari yang tidak banyak membutuhkan waktu lama. Sistem plasma memungkinkan warga kurang mampu mengakses layanan baglog harga Rp. 1.900/baglog dengan cara bayar setelah panen. Total yang harus dibayar Lala adalah Rp. 5.130.000. Artinya ia dan keluarga mendapat tambahan pendapatan selama 2 bulan sebesar Rp. 3.190.000.
Bagaimana sistem plasma bisa berjalan dengan baik. Asep Mardi mengatakan, hal ini tidak lepas dari pendekatan plasma berbasis kawasan. Asep Mardi tidak menjamin plasma bisa berhasil jika ia harus mengembangkan sistem serupa di daerah yang cukup jauh. Hal ini karena ia akan kewalahan melakukan monitoring terhadap plasma. Sehingga pendekatan plasma berbasis kawasan cukup ideal menurutnya.
Pendekatan ini tidak begitu menjamin bagi Joko, pengusaha ekstrak serai wangi dan cengkeh di Kampung Gunung Siem. Saat ini, ia sedang menjalankan kerjasama dengan Jamur Semar Jonggol. Dibantu anak sulungnya, Mardinah, perempuan lulusan UNS yang mendalami perjamuran di Jepang selama setahun. Anaknya mengelola dari hulu ke hilir budidaya jamur Joko sebanyak 15.000 baglog. Di samping itu, ia juga memproduksi olahan jamur seperti nugget, jamur crispy dan lainnya.
Menurut Joko, sistem yang dikembangkan Asep Mardi akan sulit dikembangkan di wilayah dengan mind set dan etos kerja masyarakat yang sudah mengakar sebagai pekerja. Mereka lebih memilih bekerja setengah hari langsung dibayar daripada diminta mengurus kumbung secara mandiri.
Hal ini menjadi tantangan bagi inisiator Jonggol Pintar yang berencana melakukan kerjasma pemberdayaan di Gunung Siem. Agus Suswanto, meyakini dengan berdiskusi bersama antar stakeholder bisa jadi akan menghasilkan solusi bagi tantangan tersebut. Frida Widuratmi, mengatakan jika pendekatan Kelompok Swadaya Masyarakat nantinya juga bisa diterapkan dengan berbagai improvisasi dari tenaga pendamping. Ditambah pula dengan adanya tenaga ahli pertanian jamur, akan memperbesar peluang program pemberdayaan. Total perkiraan warga di Kampung Gunung Siem sekitar 100 KK, dengan rata-rata anggota KK berjumlah 4 orang. Setiap kelompok nantinya akan memiliki pendekatan yang berbeda berdasarkan kearifan lokal yang ada.
Kegiatan Jonggol PINTAR kali ini ditutup dengan kunjungan ke pabrik penyulingan serei wangi dan kumbung Mulyo Sentoso milik Joko di kampung Gunung Siem, dan rombongan diberi buah tangan ekstrak serai wangi dan jamur tiram segar. (H.28/11)
Tertarik juga berinvestasi jamur dan juga meningkatkan nilai sosialmu dengan masyarakat melalui skema plasma jamur ? Info lebih lanjut hubungi +62 857-7274-0901