Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus berupaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional berkelanjutan melalui Sustainable Development Goals (SDGs) Desa.
Mengutip dari laman Sekretaris Kabinet RI, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes DPTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan bahwa SDGs Desa sebagai upaya terpadu untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan nasional berkelanjutan atau SDGs nasional.
“SDGs Global dan SDGs Nasional tidak mengatur tentang kearifan lokal dan adat istiadat di desa. Makanya dalam SDGs Desa kami tambah satu poin yang mengatur tentang kearifan lokal, agar pemerintah desa membangun desanya sesuai dengan kearifan lokal yang ada,” kata Gus Menteri, sapaan akrabnya.
Sebagaimana diketahui, SDGs Desa sendiri memiliki tujuan, di antaranya terwujudnya Desa Tanpa Kemiskinan, Desa Tanpa Kelaparan, Desa Sehat dan Sejahtera, Pendidikan Desa Berkualitas, Keterlibatan Perempuan Desa, Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi, Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata, Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan, dan Desa Tanpa Kesenjangan.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah membagi sembilan tipe desa yang sesuai dengan SDGs Desa. Sembilan tipe desa ini adalah Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan, Desa Ekonomi Tumbuh Merata, Desa Peduli Kesehatan, Desa Peduli Lingkungan Hidup, Desa Peduli Pendidikan, Desa Ramah Perempuan, Desa Berjejaring, Desa Tanggap Budaya, dan Desa Pancasila.
Untuk mewujudukan SDGs Desa, dibutuhkan peran dari berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, hingga masyarakat umum. Para pihak memiliki peran masing-masing untuk memandirikan dan mensejahterakan desa sebagaimana tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
SDGs desa berperan mengangkat kesejahteraan warga negara Indonesia karena keberhasilan SDGs desa dapat berkontribusi 74 persen terhadap capaian SDGs nasional.
Dalam diskusi publik Bincang-Bincang Wisma Hijau ini kita akan belajar dari Kabupaten Batang dalam melaksanakan SDGs desa dengan narasumber Bupati Batang Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd., Inisiator Gerakan Revitalisasi Desa yang juga Pendiri Yayasan Bina Swadaya Drs. Bambang Ismawan, M.S, serta Ketua Forum CSR Kabupaten Batang Yulianto, S.H.
Sebagai narasumber pertama, Bupati Batang Wihaji mengungkapkan, dalam mewujudkan SDGs Desa, seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang tertinggal (no one left behind).
“Karena ini pemerintah, semangatnya hanya dua, bagaimana keberpihakan pemerintah mengeluarkan regulasi/sistem/ aturan yang berkenaan dengan SDGs Desa. Kedua, keberpihakan pemerintah yang berpihak kepada anggaran. Dua itu saja poin penting pemerintah,” kata Wihaji dalam Diskusi Publik Bincang-Bincang Wisma Hijau yang mengangkat tema ‘Kabupaten Batang Mewujudkan SDGs Desa’, Kamis (22/4/2021).
Dirinya menekankan, jika berbicara terkait SDGs Desa, pemerintah hanya berkontribusi sebesar 20 persen, sedangkan 80 persen sisanya dipengaruhi oleh sektor lain, mulai dari swasta, corporate, LSM, masyarakat hingga komunitas.
Lebih lanjut Wihaji menjelaskan, ada tiga kekuatan dalam tercapainya SDGs Desa, yaitu penguatan kelembagaan, inisiasi, dan partisipasi. Menurutnya, jika tiga hal ini bisa dilakukan, pihaknya optimis bahwa SDGs Desa bisa dilakukan secara bertahap.
“Saya banyak belajar dari warisan yang dilakukan Bina Swadaya di Kabupaten Batang. Bina Swadaya secara riil melakukan pendampingan masyarakat di Kabupaten Batang. Bina Swadaya membawa program-program dengan semangat SDGs Desa,” ujarnya tegas.
Bagaimana Konsep SDGs Desa di Kabupaten Batang?
Diakui Wihaji, kebangkitan dan kemajuan desa di tingkat kabupaten, kekuatannya terletak di masing-masing desa. Untuk memulainya, Wihaji mengatakan hal yang perlu dilakukan adalah membuat penguatan kelembagaan, inisiasi, dan partisipasi dari masyarakat itu sendiri.
“Setelah ketiga poin ini kita punya, barulah kita membuat sistem, salah satunya membangun BUMDes atau BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat). Kalau ini berjalan, saya optimis bahwa pemerintah bertugas untuk mengelola/membuat regulasi,” ujarnya menambahkan.
Pada kesempatan tersebut, Inisiator Gerakan Revitalisasi Desa Bambang Ismawan turut menyampaikan gagasannya terkait Gerakan Revitalisasi Desa. Diakuinya, Gerakan Revitalisasi Desa (GRD) adalah platform yang menampung berbagai inisiatif yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi suatu desa.
Dirinya meyakini bahwa jika gerakan ini dijalankan masyarakat akan terbiasa menghadapi masalah yang kemudian bisa mengatasinya secara mandiri melalui kelembagaan.
“Inisiatif-inisiatif dari masyarakat, sejauh bisa mengatasi masalah-masalah yang ada dan bisa ditindaklanjuti oleh masyarakat setempat dengan bekerja sama dengan pihak-pihak lain. Kegiatan semacam inilah yang membuat desa-desa maju, mandiri, dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Forum CSR Kabupaten Batang Yulianto, menyatakan bahwa dalam konsep pembangunan ekonomi yang juga merangkum nilai-nilai masyarakat untuk membangun paradigma baru dalam pembangunan yang bersifat all center, partisipatoris, power man, dan sustainable.
Lebih jauh Yulianto menjelaskan, konsep pembangunan dalam model pemberdayaan masyarakat tidak hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar masyarakat itu sendiri, tetapi juga sebagai upaya mencari alternatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Adapun tujuannya adalah untuk membentuk individu/masyarakat menjadi mandiri.
“Melalui berbagai macam kegiatan yang kami lakukan juga dapat dilakukan perusahaan- perusahaan yang ada di Kabupaten Batang,” ujarnya.
Dalam pemberdayaan masyarakat ada beberapa bidang. Pertama pengembangan ekonomi, seperti pengembangan usaha pertanian, peternakan, koperasi ataupun UKM. Kedua, air bersih dan sanitasi. Ketiga, pengelolaan lingkungan melalui penguatan lahan kritis di lereng Dieng Utara. Keempat, penanganan limbah dan pengelolaan sampah, pendidikan, pelatihan melalui pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi, pemberian bantuan kepada masyarakat miskin hingga pemberian sarana pelatihan dan edukasi. Kelima, mencakup sosial budaya, agama dan instrastruktur.
“Terkait sosial budaya dan infrastruktur, kami telah memperbaiki tempat-tempat ibadah, bakti sosial kepada desa-desa,” tutur Yulianto.
Lebih lanjut Yulianto mengatakan, jika berbicara tentang SDGs desa, peran serta sektor swasta dinilai masih dibutuhkan dalam pembangunan berkelanjutan. Pasalnya, dalam SDGs desa, ada permasalahan kompleks yang membutuhkan inovasi, investasi yang tidak sedikit, yang tidak cukup ditangani oleh pemerintah saja.
“Hadirnya peran serta swasta dalam upaya mewujudkan desa tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, desa peduli kesehatan, desa peduli lingkungan, hingga desa sejahtera. Peran swasta menjadi bagian dari wujud pentingnya kebersamaan antarpihak terkait di dalam membantu meringankan beban permasalahan oleh masyarakat desa dalam mewujudkan SDGs desa di Kabupaten Batang,” tutupnya.