Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan, dan saat anak berusia dua tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) tidak hanya menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, tetapi juga mengancam perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan saat ini dan produktivitas anak di masa dewasanya.
Stunting menjadi sangat penting hingga masuk dalam program prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, dan dibentuk tim percepatan penurunan stunting. Bagi Indonesia, yang di satu abad kemerdekaan (2045) akan mendapatkan bonus demografi, kondisi ini harus diantisipasi sedini mungkin. Antisipasi tersebut bertujuan untuk terhindar dari bonus demografi (15-64 tahun) yang produktivitasnya rendah hingga menjadi beban negara.
Pencegahan stunting sebaiknya dilakukan sejak remaja, di mana remaja putri diberi tablet tambah darah untuk mencegah anemia. Upaya ini telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan yang menyasar anak SMP-SMA. Selain di usia remaja, pencegahan stunting juga dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yakni sejak tumbuhnya janin dalam rahim Ibu hingga anak usia 2 tahun.
1000 HPK ini menjadi istimewa karena pada saat itulah stunting dapat terjadi dan sekaligus dapat dicegah atau masih dapat dikoreksi. Ada beberapa kondisi yang disebut sebagai hamil risiko tinggi, yakni usia Ibu kurang dari 19 tahun (terlalu muda), lebih dari 35 tahun (terlalu tua), melahirkan lebih dari 3x, jarak melahirkan terlalu dekat (< 2 tahun), kekurangan energi kronis, dan anemia.
Kehamilan dengan kondisi tersebut berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yang apabila pertumbuhannya kurang diperhatikan bisa menjadi stunting. Pada bayi, pencegahannya dapat dilakukan dengan memberikan ASI ekskusif selama 6 bulan, dan makanan pendamping ASI yang memenuhi kebutuhan protein sesuai usianya. Selain itu perlu juga diperhatikan sumber air minum dan sanitasi rumah.
Stunting masih menjadi hal yang sensitif di masyarakat. Banyak orangtua yang tidak menerima ketika anaknya terindikasi stunting. Beberapa kasus terjadi, kurang tepatnya cara menyampaikan informasi membuat Ibu anak yang terindikasi stunting tidak mau lagi membawa anaknya ke Posyandu sehingga tumbuh kembang anaknya tidak dapat dipantau. (Puspita Nursari)