Agustus 13, 2024

Seri 2: Bentuk Ketidakadilan Gender

Oleh

Augustinna Tuty Indrawaty SH, M.Sc.

Konsultan Bina Swadaya

Memahami perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kesetaraan gender mengingatkan kita tentang adil tidaknya keberadaan kita sebagai laki-laki dan
perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Ketidakadilan gender merupakan bentuk pembedaan perlakuan berdasarkan alasan gender (perbedaan
perlakuan laki-laki dan perempuan karena ada pembedaan jenis kelamin).

Ketidakadilan gender bisa dialami oleh laki-laki maupun perempuan. Namun, saat ini perempuan lebih banyak mengalami ketidakadilan dibanding laki-laki. Akibatnya, terjadi pembatasan peran terhadap perempuan dan perlakuan kekerasan yang sering dialami oleh perempuan. Ketidakadilan gender ini muncul karena ketimpangan relasi sosial antara laki-laki dan perempuan.

Relasi yang dimaksud adalah relasi kekuasaan yang masih didominasi oleh laki-laki dan ini termanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian menjadi budaya dalam masyarakat. Adapun bentuk-bentuk ketidakadilan gender adalah sebagai berikut:

  1. Marginalisasi (Peminggiran)
    Marginalisasi ini merupakan pemiskinan perempuan terhadap akses ekonomi maupun kesempatan untuk bisa mengembangkan diri. Peminggiran ini terjadi karena perbedaan gender yang bersumber dari kebijakan, tafsir agama, tradisi, kebiasaan-kebiasaan yang terbangun dari tahun ke tahun dan
    berbeda-beda satu tempat dengan tempat lainnya, dan juga dengan mekanisme yang berbeda. Proses ini terjadi bisa di tempat kerja, dalam rumah tangga, dan dalam komunitas masyarakat. (contoh: hak waris yang berbeda antara laki-laki dan perempuan).
  2. Subordinasi (Penomorduaan)
    Subordinasi atau penomorduaan merupakan penempatan perempuan di bawah laki-laki atau di nomorduakan untuk akses dan kesempatan di
    kehidupan sosial maupun politik. Sering perempuan cenderung dianggap tidak mampu sehingga ditempatkan di posisi yang tidak penting, posisi bukan pada pengambilan keputusan, akses pendidikan yang dinomorduakan, peran domestik dalam rumah tangga serta akses lainnya.
  3. Stereotype (Pelabelan Negatif)
    Ini merupakan pelabelan negatif dalam kehidupan budaya. Pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan. Sebagai contoh
    penandaan asumsi bahwa tugas utama perempuan adalah melayani suami. Akibat pandangan yang stereotype ini berakibat pada dinomorduakannya
    perempuan yang dianggap tidak perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi karena perempuan akan kembali ke dapur, sumur dan kasur (mengurus
    rumah tagga) dan lain-lain.
  4. Violence (Kekerasan)
    Kekerasan ini sering terjadi dalam kehidupan sosial. Posisi perempuan tidak hanya termarginalkan, dinomorduakan, dan mendapatkan pandangan yang
    stereotype saja tetapi juga mendapatkan perlakuan kekerasan baik fisik maupun mental sebagai bentuk legitimasi berbagai kekerasan yang terjadi. Contoh: kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan baik dalam rumah tangga maupun diluar rumah tangga, pelacuran dan lain-lain.
  1. Double Burden (Beban Ganda)
    Double Burden atau beban ganda ini merupakan peran ganda yang dilakukan oleh perempuan. Perempuan bertanggungjawab untuk segala beban
    domestik (rumah tangga seperti memasak, mengurus anak, melayani suami, membersihkan rumah dan lainnya) sementara perempuan juga di beri beban
    untuk bertanggungjawab membantu suami bekerja mencari nafkah (seperti kerja di sawah, membuka warung atau jualan, atau bekerja lainnya). Beban
    pekerjaan ini cenderung lebih banyak diterima oleh perempuan dari pada laki- laki. Hal ini menggambarkan bagaimana perempuan harus terbebani dengan
    kerja-kerja produksi dan kerja-kerja reproduksi yang bertumpu.

Kesimpulan dari ketidakadilan gender kembali pada pemahaman bersama bahwa gender bukan kodrat, bukan hal yang diharuskan dari Tuhan melainkan bentukan sosial. Oleh karena itu ketidakadailan gender yang terjadi karena perbedaan gender, tidak berakar dalam kodrat. Kondisi fisik perempuan atau hukum alam. Ketidakadilan berakar dalam struktur masyarakat yang tidak adil menempatkan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Daftar pustaka
Jenis Kelamin Tuhan Lintas Batas Tafsir Agama
Penulis: Moh. Yasir Alimi, MA 2002
dan tersarikan dari beberapa sumber.