Agustus 26, 2024

Transformasi Dukungan Perempuan di Perusahaan Agribisnis melalui Scorecard Benchmark

Series BTP WEE in AVC

Oleh

Vania Primaningtyas

Konsultan Bina Swadaya

Scorecard Benchmark Transformational Partnership and Women Economic Empowerment in Agricultural Value Chain (BTP WEE in AVC) merupakan salah satu instrumen yang disusun oleh Institute for Social Entrepreneurship in Asian (ISEA). Instrumen tersebut digunakan tim peneliti Bina Swadaya Konsultan dalam melakukan evaluasi praktik perusahaan terhadap transformasi kemitraan dan pemberdayaan ekonomi perempuan.

Scorecard tersebut mempunyai empat elemen dengan beberapa indikator yang berkaitan dengan capaian praktik, baik dalam transformasi kemitraan dan pemberdayaan ekonomi perempuan di rantai pasok. Pada tiga elemen, nilai maksimal yang diberikan adalah dua puluh poin, dan satu elemen dengan nilai maksimal yang diberikan empat puluh poin, sehingga jumlah keseluruhan elemen adalah seratus poin.

Empat indikator dalam scorecard BTP WEE in AVC adalah:

  1. Komitmen perusahaan untuk melakukan investasi strategis dalam mengembangkan produsen kecil sebagai pemasok mitra.
  2. Komitmen perusahaan untuk mengembangkan kemitraan strategis dengan organisasi atau lembaga atau produsen kecil dan komunitasnya.
  3. Komitmen perusahaan untuk mengembangkan partisipasi dan pemberdayaan ekonomi perempuan di rantai nilai dan pasok.
  4. Komitmen perusahaan untuk mempromosikan secara aktif hasil bisnis yang inklusif kepada berbagai pihak.

Tim Bina Swadaya Konsultan selain menyampaikan hasil penelitian turut juga memberikan pelatihan dan melakukan pendampingan dalam pengisian scorecard. Dalam pengisian scorecard, kedua perusahaan seperti Warung Hijau Trukajaya dan Wedang Uwuh ‘Den Bagus’, melakukan refleksi sejauh mana kepatuhan terhadap BTP WEE in AVC.

Tools dalam socorecard terbilang cukup mudah dipahami, Warung Hijau Trukajaya dan Wedang Uwuh ‘Den Bagus’ dapat belajar lebih banyak mengenai transformasi kemitraan dan pemberdayaan ekonomi dengan mengaitkan kesetaraan gender di tempat kerja dan lingkungan pemasok.

Hasil dari pengisian scorecard kemudian dipadankan dengan score interpretation atau interpretasi nilai. Terdapat dua interpretasi nilai yaitu transformasi kemitraan secara keseluruhan, dan pemberdayaan ekonomi perempuan. Setelah nilai diketahui, tahap selanjutnya kedua perusahaan menyusun indikator-indikator yang akan ditingkatkan nilainya.

Indikator yang ditingkatkan nilainya nantinya akan menjadi prioritas aksi yang akan diimplementasikan, sehingga tersusun daftar rencana aksi yang diperoleh dari hasil scorecard BTP WEE in AVC. Rencana aksi tersebut akan dijadikan sebagai dasar bagi kedua perusahaan untuk mengevaluasi dan mengimplementasikan praktek baik BTP WEE in AVC. Adapun tujuan utama rencana aksi dan implementasi ini adalah untuk mencapai keberhasilan praktik, baik dalam transformasi kemitraan dan pemberdayaan ekonomi perempuan yang berkelanjutan.

Pengisian scorecard BTP WEE in AVC ini merupakan sesuatu hal yang baru bagi kedua perusahaan. Hasil dari penelitian dan pengisian scorecard ini dapat memberikan wawasan, kesadaran, dan kepedulian perusahaan agribisnis untuk membantu menyusun rencana aksi sesuai dengan indikator BTP WEE in AVC.

Penyusunan rencana aksi yang maksimal dapat meningkatkan komitmen perusahaan terhadap transformasi kemitraan dan pemberdayaan ekonomi perempuan, serta dapat membantu ketahanan perusahaan dalam menghadapi kejadian tak terduga seperti pandemi Covid-19.

Setelah melakukan pengisian scorecard, beberapa rencana aksi yang dilakukan Warung Hijau adalah mendukung dan memberikan ruang partisipasi, dan hak memilih bagi perempuan di tingkat pemasok dan kelompok. Selain itu juga melakukan penelitian tentang perempuan di rantai nilai serta membangun program pemberdayaan ekonomi perempuan yang holistik dan berkelanjutan.

Sedangkan PT.Centerindo Kurnia Tritama rencana aksi yang dilakukan adalah meningkatkan kapasitas administrasi perusahaan terkait dengan adanya Standar Operasional dan Manajemen Perusahaan dan Kontrol Kualitas. Selain itu, membuat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara tertulis, investasi teknologi yang memudahkan para pekerja wanita, dan mengembangkan kegiatan afirmasi.

Kegiatan afirmasi dilakukan yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi perempuan seperti perusahaan menyediakan pelayanan bagi pegawai perempuan, atau perempuan pemasok akses keuangan dan kesehatan, mendorong perempuan menjadi pemimpin, monitoring kontribusi perusahaan dalam memberdayakan produsen kecil baik laki-laki maupun wanita.

Dari beberapa rencana aksi kedua perusahaan tersebut dapat disimpulkan output yang diharapkan adalah peningkatan pengelolaan administrasi perusahaan, rekomendasi dari penelitian yang dilakukan sekaligus daftar implementasinya, adanya program usaha secara holistik dan bekerlanjutan bagi perempuan, representasi kepemimpinan perempuan serra akses terhadap pasar, organisasi pemerintah, asset, dan resiliensi.

Sebagai salah satu bentuk optimasi transformasi kemitraan dan pemberdayaan ekonomi perempuan, ISEA melalui Bina Swadaya Konsultan memberikan stimulan alat produksi yang memudahkan kinerja perempuan untuk bekerja.

Stimulan alat produksi ini diberikan kepada perempuan pemasok. Warung Hijau Trukajaya diberikan alat pemotong rumput dan Wedang Uwuh ‘Den Bagus diberikan alat press kemasan plastik. Kedua alat tersebut sangat bermanfaat, dan mudah digunakan hingga dapat mempersingkat waktu pekerjaan.

Atas permintaan Warung Hijau Trukajaya, Bina Swadaya Konsultan juga melakukan pelatihan mengenai gender, Yayasan Trukajaya turut hadir menjadi peserta pelatihan. Pelatihan gender dimaksudkan meningkatkan kapasitas Yayasan Trukajaya dan Warung Hijau Trukajaya untuk memasukkan unsur kesetaraan gender pada program pemberdayaan masyarakat. Bagi Warung Hijau Trukajaya karena entitas bisnisnya pertanian organik, maka mengharuskan sistem bisnisnya yang inklusif dan setara serta resilien bagi semua sumber daya.

Harapannya, implementasi kemitraan di rantai nilai pertanian dapat dilaksanakan secara berkala dan sesuai dengan rencana aksi yang telah disusun serta. Selain itu, budaya perusahaan yang sebelumnya cenderung bersifat transaksional, kini bisa dikembangkan menjadi transformasional.