Juli 26, 2024

Upaya Inisiatif Lokal dalam Memperjuangkan Ekosistem Mangrove sebagai Penjaga Garis Pantai

Oleh

Vania Primaningtyas

Konsultan (Bina Swadaya)

Ekosistem mangrove adalah ekosistem pantai yang disusun oleh berbagai jenis vegetasi yang mempunyai bentuk adaptasi biologis dan fisiologis secara spesifik terhadap kondisi lingkungan yang cukup bervariasi. Ekosistem mangrove menjadi pembatas antara daratan dan lautan yang memiliki kontribusi luar biasa terhadap kehidupan, keberadaannya sebagai penyelamat ekosistem pesisir.

Mangrove berfungsi sebagai penjaga garis pantai dan muara sungai dari abrasi karena tiupan angin dan gelombang, sehingga kawasan pantai tetap stabil. Mangrove juga merupakan pagar hidup sebagai pencegah intrusi atau perembesan air laut ke daratan. Selain itu, mangrove juga mempunyai kemampuan dalam menyerap emisi karbon yang besar jika dibandingkan dengan ekosistem hutan lainnya. 

Setiap tanggal 26 Juli, seluruh dunia memperingati Hari Internasional untuk Konservasi Ekosistem Mangrove. Pada tahun ini, peringatan Hari Mangrove Sedunia jatuh pada hari Jumat, (26/07/2024). Peringatan Hari Mangrove sedunia diproklamirkan oleh UNESCO pada tahun 2015. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pentingnya ekosistem mangrove sebagai ekosistem yang unik dan khusus tetapi disisi lain juga rentan. Dalam peringatan ini, terselip upaya mempromosikan solusi pengelolaan, konservasi dan kegunaan yang berkelanjutan.

Secara biologis ekosistem berfungsi sebagai daerah asuhan larva, tempat bertelur, memijah dan mencari makan berbagai organisme, khususnya ikan dan udang. Selain itu, sebagai habitat berbagai satwa liar antara lain reptil, mamalia dan burung. Daerah pantai dan vegetasinya juga mempunyai potensi bagi pengembangan ekonomi cukup tinggi sehingga bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir.

Kondisi mangrove dewasa ini berdasarkan laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/07/24) menunjukkan, luas area rehabilitasi mangrove di Indonesia terus menurun dalam kurun empat tahun terakhir. Pada  2023 luasnya hanya 6.010 hektare (ha), turun dari tahun 2022 yang seluas 7.359 ha. Sementara, capaian rehabilitasi mangrove tertinggi pada tahun 2021 yang mencapai 37.563 ha.

Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan penanaman pohon di daerah pedalaman, khususnya di daerah pesisir melalui rehabilitasi dan restorasi hutan mangrove. KLHK berpendapat, mangrove memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim karena mangrove mampu menyerap karbon lima kali lebih efektif ketimbang tanaman darat.

Perluasan area rehabilitasi hutan mangrove tidak hanya menjadi perhatian pemerintah saja, melalui upaya inisiatif lokal, rehabilitasi kawasan hutan mangrove dapat dilakukan. Salah satu inisiatif lokal dalam kegiatan rehabilitasi mangrove dilakukan di pesisir Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, tepatnya di Desa Tapulaga.

Seorang pria paruh baya bernama Bakring telah mengupayakan pelestarian lingkungan pesisir, karena banyaknya kejadian pemboman ikan di sekitar karambanya. Dengan kejadian itu membuatnya peduli terhadap kelestarian lingkungan, salah satunya dengan menyelamatkan karang di lokasi pemboman ikan dan membawanya ke dekat keramba miliknya. Pengetahuan dan kepeduliannya bertambah, apalagi sejak ia mulai didatangi mahasiswa untuk melakukan riset disana. Ia juga berinisiatif membentuk sebuah kelompok konservasi lingkungan bersama beberapa warga kampungnya. Laut di sekitarnya yang luasnya hampir 1 hektar berusaha ia jaga untuk kelestarian ekosistem didalamnya. 

Kegiatan pelestarian lingkungannya bertambah. Ia memulai menanam mangrove pada tahun 2017. Ia menyayangkan bahwa mangrove tidak lagi tumbuh di pesisir desanya. Pada waktu itu, ia mengambil bibit di desa tetangga dan menanamnya sedikit demi sedikit. Sebelum mengelola mandiri seperti sekarang, dahulu ia mengambil bagian saat ada program pengadaan mangrove di desa.

Bakring tinggal seorang diri,  tempat tinggalnya juga merupakan pusat edukasi ekosistem pesisir, rumah tersebut adalah hibah dari desa agar bisa dimanfaatkan, didalamnya ada beberapa rak buku dahulu dari perpustakaan desa yang dipindah ia berinisiatif membawa buku-buku itu ke rumahnya dan dijadikan perpustakaan mini. Tempat tinggalnya juga sebagai tempat ia menerima tamu dari berbagai kalangan, umumnya adalah aktivis lingkungan hidup.

Universitas Haluoleo di Kendari merupakan mitranya untuk mengedukasi masyarakat setempat atau sebagai sarana belajar mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Di Halaman rumahnya terdapat bibit mangrove yang dijual seharga Rp. 4000/batang. Saat ini, bibit yang ia semai adalah bibit dari mangrove yang telah berbuah, biasanya mangrove dapat menghasilkan buah sekitar umur 4-5 tahun. Beberapa kali acara penanaman mangrove dilakukan dalam skala nasional ada juga individu yang menitipkan penanaman mangrove di area ini.

Tantangan yang ia rasakan adalah upaya penanaman mangrove, ia melihat kondisi vegetasi yang kurang mendukung penanaman mangrove, seperti kondisi tanah yang berpasir dan gelombang ombak yang selalu menerjang kawasan lahan mangrove, sehingga menghambat pertumbuhan mangrove. Tantangan lainnya adalah, regenerasi. Tidak banyak orang muda di desanya yang mau menjalankan kegiatan pelestarian seperti dirinya, tidak banyak yang dibuat olehnya walaupun pemerintah memberikan dukungan upaya pelestarian dilakukan. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar dalam memperhatikan kelestarian lingkungan. Harapannya, ia dapat mendirikan sekolah alam, sebagai bagian dari inisiatif pelestarian ekosistem pesisir dan edukasi masyarakat, terlebih desanya menjadi destinasi wisata.

Rehabilitasi Mangrove

Kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dilakukan dalam Program Desa Bakti untuk Negeri III yang diprakarsai oleh PT Sarana Multi Infrastruktur bekerja sama dengan Yayasan Bina Swadaya dan Pusat Studi Mitigasi dan Penanggulangan Bencana, Universitas Haluoleo, salah satunya adalah kegiatan rehabilitasi dengan penanaman mangrove yang dilakukan pada tahun 2022 dan 2023 yang mencapai 4000 bibit mangrove. Penanaman melibatkan berbagai kalangan, seperti pemerintah setempat, perwakilan direksi perusahaan dan yayasan, tim rehabilitasi, aktivis lingkungan, mahasiswa dan anak-anak sekolah.

Penanaman mangrove ini memiliki manfaat kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan. Selain manfaatnya untuk lingkungan dan kelautan, adanya peningkatan kapasitas masyarakat di bidang rehabilitasi mangrove khususnya skala desa. Bagi anak sekolah penanaman mangrove sebagai sarana edukasi mitigasi perubahan iklim melalui penanaman mangrove. Program juga ini menumbuhkan unit usaha baru yaitu pembibitan mangrove untuk kegiatan rehabilitasi lainnya baik berasal dari lembaga pemerintahan, swasta dan NGO.